![]() |
festival tabuk di pariaman © cara cerdas 2025 |
Ketika bulan Muharram tiba, Kota Pariaman di Sumatera Barat berubah menjadi pusat perhatian ribuan orang. Mereka datang dari berbagai penjuru untuk menyaksikan salah satu tradisi budaya paling unik di Indonesia—Tabuik. Sekilas, Tabuik tampak seperti festival rakyat biasa, namun di balik dentuman gendang tasa dan semarak arak-arakan, tersembunyi makna historis dan spiritual yang dalam. Tabuik bukan sekadar pesta, ia adalah narasi sejarah, simbol perlawanan, dan warisan budaya yang menyatukan masyarakat.
Akar Sejarah yang Mendalam
Tradisi Tabuik berakar dari peringatan Asyura, hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain, di Padang Karbala. Tradisi ini dibawa oleh komunitas keturunan India Muslim (khususnya dari wilayah Madras) yang datang ke pesisir barat Sumatera pada abad ke-19. Seiring waktu, masyarakat Pariaman mengadopsi dan memodifikasi tradisi ini menjadi sebuah perayaan budaya lokal yang unik.
Meskipun berasal dari tradisi Syiah, perayaan Tabuik di Pariaman kini bersifat inklusif dan telah melebur dalam kehidupan masyarakat Minangkabau yang mayoritas Sunni. Ini menjadikan Tabuik sebagai contoh luar biasa dari akulturasi budaya dan agama.
Prosesi Sakral yang Spektakuler
Perayaan Tabuik berlangsung selama sepuluh hari dan berpuncak pada tanggal 10 Muharram. Selama prosesi, dua bangunan besar yang disebut Tabuik—replika menara yang dihiasi indah dengan kuda bersayap dan burung buraq—diarak dari dua wilayah utama: Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang.
Arak-arakan disertai musik tradisional yang menghentak, sorak sorai masyarakat, dan tari-tarian rakyat. Namun, di balik kegembiraan itu, ada simbol-simbol kesedihan dan penghormatan terhadap pengorbanan Imam Husain.
Baca Juga :
"Nyepi di Bali : Keheningan yang Sakral"
Prosesi ini ditutup dengan puncak upacara di Pantai Gandoriah, di mana Tabuik akhirnya diarak ke laut dan dihanyutkan. Pelepasan ini menyimbolkan pelepasan duka dan pengharapan akan masa depan yang lebih baik.
Lebih dari Atraksi Wisata
Tabuik telah berkembang menjadi salah satu daya tarik wisata utama di Sumatera Barat. Ribuan wisatawan lokal dan mancanegara hadir setiap tahun untuk menyaksikan kemegahan perayaan ini. Pemerintah daerah pun menjadikannya bagian dari kalender pariwisata nasional.
Namun lebih dari itu, Tabuik adalah bentuk pelestarian identitas budaya dan sarana mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam mempersiapkan Tabuik, warga dari berbagai kalangan bekerja sama, mempererat solidaritas sosial yang semakin langka di era modern ini.
Tabuik dan Tantangan Zaman
Di tengah gempuran globalisasi dan modernisasi, tradisi seperti Tabuik menghadapi tantangan besar. Generasi muda cenderung lebih akrab dengan budaya populer digital ketimbang nilai-nilai tradisional. Di sinilah pentingnya menjadikan Tabuik bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan—menginspirasi nilai pengorbanan, solidaritas, dan penghormatan terhadap sejarah.
Upaya digitalisasi, edukasi, dan promosi yang tepat dapat membantu Tabuik terus hidup, tidak hanya sebagai perayaan tahunan, tetapi sebagai bagian integral dari identitas masyarakat Pariaman dan Indonesia secara keseluruhan.
Tabuik adalah cermin dari kekayaan budaya Indonesia. Ia bukan hanya festival, melainkan jembatan sejarah, simbol perlawanan, dan pemersatu masyarakat. Dalam semarak dan sorak sorai, Tabuik mengingatkan kita bahwa budaya bukan sekadar warisan—ia adalah napas kolektif yang harus terus dijaga dan dihidupkan