“Quarter Life Crisis: Galau Usia 25 Itu Nyata, Ini Cara Menghadapinya”

 


Pernah nggak, kamu atau anakmu tiba-tiba curhat: “Kok hidup aku gini-gini aja, ya?” Padahal usia baru 25 tahun. Lulusan sarjana, kerja udah lumayan, tapi merasa kosong, nggak bahagia, bahkan bingung mau ngapain ke depan. Nah, itu bukan lebay, Bu. Itu namanya Quarter Life Crisis — dan ini nyata!

Apa Itu Quarter Life Crisis?

Quarter life crisis adalah masa galau yang sering dialami anak muda usia 20-an hingga awal 30-an, terutama di sekitar usia 25. Di masa ini, seseorang mulai mempertanyakan arah hidup, merasa tertinggal dari teman-temannya, bingung soal karier, cinta, bahkan eksistensi diri.

Buat emak-emak yang punya anak usia 20-an, penting banget nih untuk peka. Mungkin kita pernah ngerasain juga, tapi waktu dulu belum ada istilahnya aja.

Gejala Quarter Life Crisis

Kalau anak atau keponakan sering ngomong begini, bisa jadi dia sedang mengalaminya:

  • “Teman-temanku udah nikah, aku masih sendiri.”

  • “Kerjaanku gini-gini aja, passion-ku apa sih?”

  • “Nggak tahu hidup ini mau dibawa ke mana.”

  • “Scroll medsos malah bikin minder.”

Mereka bisa terlihat cemas, gampang down, dan merasa stuck meski secara kasat mata hidupnya terlihat baik-baik saja.


Kenapa Ini Bisa Terjadi?

Tekanan sosial, ekspektasi orang tua, perbandingan dengan teman di media sosial, hingga ketidakpastian masa depan jadi pemicu utamanya. Generasi sekarang hidup di era serba cepat dan kompetitif. Jadi wajar kalau mereka mudah stres dan overthinking.

Cara Menghadapinya

Tenang Bu, quarter life crisis bukan akhir segalanya. Ini cuma fase yang perlu dilewati. Berikut beberapa cara untuk membantu anak (atau bahkan diri sendiri!) menghadapinya:

1. Validasi Perasaan

Jangan anggap remeh kegelisahan mereka. Dengar dulu tanpa menghakimi. Kadang mereka cuma butuh didengar, bukan langsung dikasih nasihat.

2. Bantu Kenali Diri

Ajak ngobrol soal apa yang mereka suka, cita-cita waktu kecil, atau hal-hal yang bikin mereka semangat. Self-discovery itu penting di fase ini.

3. Batasi Banding-Bandingin

Ingatkan bahwa hidup bukan lomba. Tiap orang punya waktunya sendiri. Jangan terus membandingkan anak dengan anak tetangga.

4. Dorong untuk Action Kecil

Bantu mereka mulai dari langkah-langkah kecil — ikut kelas online, cari mentor, atau sekadar membuat to-do list harian.

5. Arahkan ke Profesional Jika Perlu

Kalau terlihat cemas berlebihan atau mulai menarik diri dari lingkungan, jangan ragu arahkan ke psikolog. Konseling itu bukan tabu.


Quarter life crisis itu real dan bisa jadi fase penting menuju kedewasaan. Sebagai emak-emak digital, kita bisa jadi support system yang luar biasa buat anak-anak muda di sekitar kita. Dengarkan mereka, pahami kegelisahannya, dan bantu mereka bangkit pelan-pelan.

Ingat, semua orang punya jalan hidupnya masing-masing. Yang penting, terus berjalan — walau perlahan.

Lebih baru Lebih lama

Translate