Indonesia adalah negeri yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, 1.300 kelompok etnis, dan lebih dari 700 bahasa daerah. Dari Sabang sampai Merauke, kekayaan budaya Indonesia tersebar luas, membentuk mozaik keberagaman yang luar biasa. Namun, di tengah globalisasi dan arus modernisasi yang deras, muncul satu pertanyaan mendasar: sejauh mana kita mengenal budaya kita sendiri?
Budaya Bukan Hanya Masa Lalu
Seringkali budaya dipandang sebagai sesuatu yang kuno atau milik masa lalu—terkunci dalam museum atau disajikan dalam acara seremonial. Padahal, budaya adalah napas kehidupan sehari-hari: dari cara kita menyapa, berpakaian, memasak, hingga bagaimana kita merayakan kehidupan dan menghadapi kematian. Sayangnya, tak sedikit generasi muda yang lebih akrab dengan tren dari luar negeri ketimbang memahami makna dibalik tradisi sendiri.
Kekayaan yang Terlupakan
Contoh kecil: berapa banyak dari kita yang bisa membedakan tarian tradisional dari Kalimantan dan Sulawesi? Atau yang tahu arti filosofis di balik motif batik dari Cirebon, Yogyakarta, dan Pekalongan? Belum lagi musik tradisional seperti angklung, sasando, hingga kolintang—yang pelan-pelan mulai tergantikan oleh alunan musik digital.
Lebih menyedihkan lagi, beberapa bahasa daerah kini berada di ambang kepunahan karena tidak lagi digunakan oleh generasi muda. Padahal, bahasa adalah kunci dari identitas budaya. Jika bahasa mati, hilang pula cara berpikir, nilai-nilai, dan warisan leluhur yang terkandung di dalamnya.
Peran Media dan Pendidikan
Media dan sistem pendidikan memiliki peran besar dalam memperkenalkan dan melestarikan budaya. Ironisnya, pendidikan formal di Indonesia seringkali hanya menyentuh permukaan budaya tanpa menggali kedalaman makna dan konteksnya. Banyak pelajaran budaya yang hanya berbentuk hafalan, bukan pengalaman atau penghayatan.
Sementara itu, media massa lebih sering menampilkan budaya populer dari luar ketimbang memberi ruang pada ekspresi budaya lokal. Ketika sinetron Korea dan lagu-lagu Barat merajai layar dan radio, budaya lokal harus berjuang lebih keras untuk mendapat tempat di hati masyarakat.
Menjadi Bangga Tanpa Menjadi Eksklusif
Mengenal dan mencintai budaya sendiri bukan berarti menutup diri dari dunia luar. Justru, dengan memahami akar kita, kita bisa berdiri lebih teguh di tengah arus globalisasi. Kita bisa menjadi warga dunia yang bangga dengan identitas lokalnya—seperti halnya Jepang dengan tradisi samurai dan budayanya, atau India dengan seni dan bahasanya.
Budaya Indonesia bukan satu wajah tunggal, melainkan 1000 wajah yang unik dan beragam. Untuk mengenal budaya kita, kita perlu membuka mata, hati, dan pikiran. Belajar dari nenek moyang, menggali tradisi, dan memberi tempat bagi budaya untuk hidup dan berkembang, bukan hanya dilestarikan secara simbolis.
"1000 Wajah Indonesia" bukan hanya tentang keanekaragaman, tapi juga tentang tanggung jawab. Mengenal budaya sendiri adalah langkah awal untuk mencintai dan menjaganya. Karena sejatinya, kita tak akan pernah benar-benar menjadi Indonesia jika kita sendiri tak mengenal wajah-wajahnya yang kaya dan menawan.